Sunday, May 29, 2011

Alice in WonderlandAlice in Wonderland by Lewis Carroll

My rating: 4 of 5 stars


Di akhir kisah, rasa kecewa sedikit muncul ketika mengetahui bahwa segalanya hanya mimpi. Karena alangkah eloknya jika semua hal yang Alice alami di Negeri Ajaib itu adalah nyata adanya. Alice hanya tertidur di pangkuan sang kakak, namun mimpinya tampak begitu nyata. Petualangannya di Negeri Ajaib, bertemu dengan Kelinci Putih, Sang Duchess, Ulat Bulu, Kelinci-BulanMaret, Si Pembuat Topi, Tikus-Asrama, Si Kucing Chesire serta Sang Raja dan Ratu yang sangat tempramen dan teramat sering—atau malah senang—berujar: “Penggal kepalanya!” jika ada sesuatu yang tidak berjalan sesuai dengan keinginannya.



Selintas pikiran saya terbang dan mengingat berbagai adegan Alice yang tersesat di Negeri Ajaib dalam film animasi yang di-release, sekitar tahun lalu—kalau tidak salah—dengan judul yang sama. Saya membayangkan Johnny Depp yang memerankan Si Pembuat Topi duduk minum teh dengan Alice, lengkap dengan Kelinci-Bulan Maret dan Tikus Asrama, bertengkar tentang hal yang tampak remeh temeh; mulai dari rambut Alice, teka-teki, remah roti dan mentega, hingga cerita sumur sirup-gula si Tikus Asrama.



Oh, segalanya tampak aneh, namun lucu sekaligus membingungkan. Ini kan Negeri Ajaib. Kenapa harus berpikir bahwa segala peristiwa akan menjadi masuk akal, bahkan dengan berbagai percakapan yang terjadi di dalamnya? Banyak hal-hal yang sangat tidak mungkin atau malah jadi agak konyol. Tapi, apakah ada yang benar-benar konyol atau malah impossible di sebuah dunia yang disebut “Wonderland” ini? Saya pikir tidak begitu.



Meski hanya mimpi, tapi mimpi Alice adalah mimpi yang indah sekaligus aneh. Indah karena dia berpetualang ke suatu negeri entah dimana yang selalu memberikan kejutan lucu dan menyenangkan. Aneh karena Alice bertemu dengan berbagai makhluk yang tak terbayangkan akan ada di dunia nyata, dengan percakapan yang serba membingungkan.



Saya suka kisah Alice. Ia adalah anak perempuan yang punya rasa ingin tahu yang besar, polos dan lugu, tapi sangat suka menyela pembicaraan, ceplas-ceplos, namun juga jujur. Saya suka dengan keberanian yang dimilikinya untuk berpetualang. Rasa penasaran mendorongnya untuk meneruskan petualangannya, tak peduli banyak hal aneh atau unik, tak peduli apakah tubuhnya akan membesar atau malah mengecil. Saya jadi percaya, jika petualangannya bukan mimpi sekalipun, pasti ia akan tetap melakukan hal yang sama: mengejar si Kelinci Putih dan masuk ke lubangnya.



Barangkali Negeri Ajaib malah tak ada bedanya dengan dunia nyata Alice. Kenyataan bisa jadi sangat membosankan, tapi dalam hidup selalu ada kejutan, keanehan, dan kebingungan. Hanya saja bisa menyenangkan, bisa tidak. Hehehe ;p.



Saya suka penutup cerita ini:



“Terakhir, dia membayangkan bagaimana adiknya nanti, lambat laun, akan tumbuh menjadi wanita dewasa; dan melalui masa-masa dewasa itu, bagaimana ia akan menjaga sifatnya di masa kanak-kanak yang sederhana dan penuh kasih; bagaimana nanti ia akan mengumpulkan anak-anaknya serta membuat mata mereka melebar dan penasaran dengan dongeng-dongeng ajaib, bahkan mungkin dengan mimpinya ke Negeri Ajaib yang sudah bertahun-tahun lewat; dan apa yang akan dia rasakan jika segala kesedihan menimpa anak-anaknya sekaligus menemukan kebahagiaan pada hal-hal yang sederhana, seraya teringat pada masa kecilnya sendiri dan musim panas yang menyenangkan.” (h. 175).





View all my reviews

Wednesday, May 18, 2011

L O S T

Tak terasakah kau bahwa kita hidup dalam sebuah dunia yang asing. Coba lihat sekitarmu. Siapa rupanya yang benar-benar kau kenal? Kau bisa saja merasa mengenal mereka, tapi tidak adanya. Kau tahu nama mereka, kau ingat wajah mereka, senyum, gelak tawa, tangis sedih, dan segala sifat-sifat temanmu atau seseorang yang kau nyatakan sebagai sahabat. Kau hapal mereka luar dalam. Kau tahu bagaimana tabiatnya. Tapi, benarkah itu semua? Jika ya, kenapa segalanya berubah? Mendadak kau merasa segalanya berubah. Teman-temanmu, lingkunganmu, duniamu, bahkan dirimu sendiri. Kemudian tanpa sadar kau menjadi terasing dalam kehidupanmu. Merasa sepi di balik hingar bingar orang-orang yang dulu kau sebut teman.

Bahkan dirimu kini bukan dirimu lagi. Dirimu telah berubah menjadi sesosok yang sama sekali tak kau kenali. Jika dahulu engkau adalah seorang yang penuh semangat maka saat ini dirimu yang kau tatap di depan cermin adalah seorang yang telah lelah mentalnya. Melihat lebih jauh ke belakang, kau dahulu adalah seorang yang ceria gembira, namun kini semuanya yang tersisa hanyalah kemurungan dan kegalauan. Kini kau terjebak dalam labirin kebingungan tanpa tahu jalan keluar. Tak ada yang bisa kau andalkan selain dirimu sendiri. Maka teruslah tapaki lorong-lorong itu meski hanya gelap yang ada. Ternyata, kehilangan diri sendiri di dalam diri adalah sesuatu hal yang menyakitkan. Karena bukan tak mungkin kau malah membenci dirimu sendiri dan menyalahkannya atas segala kekalahan yang kau perbuat. Semuanya terasa begitu cepat dan tiba-tiba, padahal ternyata perubahan itu telah berproses menggerogoti dari dalam dirimu sendiri. Masihkah kau merasa mengenal teman-temanmu? Atau bahkan dirimu?

Aku pikir dunia sekarang telah menjadi benar-benar asing. Penuh dengan seliweran orang-orang asing. Dan ini aku, hidup dalam dunia yang asing, berinteraksi dengan mereka yang tak kukenal. Oh, apakah aku kan terus hidup dalam keterasingan ini? Atau sebenarnya aku telah mati tanpa aku sadari?