Saturday, November 13, 2010

Duga

Hanya aku

Kembali dipertanya oleh aku

Ditusuk dihujam olehmu

Hingga aku mati beku...

Kaku, kelu, bisu

Tapi aku tau aku tak keliru

Meski firasatku sering meragu

Kenapa tak kau hiraukan aku?


Katakanlah dengan matamu

Ucapkanlah dengan hatimu

Aku ingin tahu

Sungguh! Ingin benar ku tahu

Biar berhenti aku yang dipertanya olehku

Dihantui diikuti olehmu


Ha! Tafsiran hanyalah tafsiran semata

Hipotesis tak berguna jika hanya kau terawang saja

Analisis pun tak cukup

Dan aku harus terjun menelusup dalam dirimu

Tak peduli jika terus saja tanya menguntit malu dari balik mataku

Duga, duga, dan menduga

Oh,oh, betapa malangnya


Kenapa sedih harus menjelma di hati?

Toh, hidup ini adalah dugaan selamanya

Mungkin,

Duga hanya bisa menduga jika Tuhan akan datangkan dirinya tanpa terduga

Monday, November 8, 2010

Selamat Ulang Tahun

Karena hari ini hanya terjadi sekali dalam setahun, aku ingin mengajukan beberapa permintaan. Jangan tanya pada siapa, karena akupun tak tahu pasti.

Pertama, aku akan sangat senang jika pada hari ini sepasang jarum jam berkomplot untuk membuat waktu berlalu begitu cepat. Akan kubujuk kurayu mereka, biarkan, hari ini jadi hari untukku seorang. Satu hari ini... saja. Jika memang harus memelas, akan kulakukan, why not? I’ll do it cause its once in a year. Tapi masalahnya adalah, merayu mereka tak sama dengan merayu seekor kucing manis dengan membelai lembut dagunya agar ia menunduk dan balas memelas. Meminta dibelai lagi, lagi, dan lagi. Tidak, tidak. Bukan begitu caranya. So, how? Mempercepat laju jam tanganku sendiri dengan memutar pengaturnya sesukaku jelas bukan jalan keluar. Hmmm.., susah juga ternyata.

Oke, aku ingin lanjutkan saja dengan permintaanku yang kedua. Aku ingin memoriku sejenak melupakan bahwa hari ini adalah hari lahirku. Satu hari ini... saja. Jadi, aku ingin hari ini berlalu seperti biasa, tanpa rasa takut, deg-degan, bahkan yang paling penting adalah tanpa harapan. Aku tidak ingin memikirkan betapa aku dihantui dengan berbagai kemungkinan bagaimana rupanya hari ini akan berjalan? Enyahlah kau! Aku sungguh tidak ingin memikirkan atau merasa ada yang berbeda hari ini. Fine, I know there’s nothing wrong with birthday, which is mine is today, but people make it different. And it kills me. But, oh my God! I did the same things when my friends—the others got their birthday! Am I entrapped?

Wow. Barangkali ini jadi permintaanku yang ketiga: tolong! Keluarkan aku dari putaran jebakan ini. Aku hanya ingin melalui hari ini maupun esok sebagaimana biasa. Aku terbangun dari mimpi, bersiap dengan segala rutinitas dan menapaki hari ini dengan doa yang kerap kali lupa kuucapkan dan pertanyaan hidup yang terus menghujaniku tanpa ampun.

Oh, mungkin... karena hari ini hanya terjadi sekali dalam setahun dan hal ini menjadi begitu personal. Hanya terjadi padaku. Pada setiap orang yang lahir di dunia ini. Dan aku, kamu, ataupun setiap orang yang ada di muka bumi ini hanya memiliki waktu 24 jam untuk sejenak menyadari bahwa belasan atau puluhan tahun lalu mereka diberi kehidupan dan diberi kesempatan untuk merasakan kehidupan. Hingga detik ketika hari itu telah berganti...

Ah, sebenarnya hal itu bisa terjadi kapan saja.

Tapi... bukankah meresapi betapa berbedanya hari ini adalah sebuah kesempatan? Yang membuatnya berbeda hanyalah karena suatu momen. Hari ini adalah momen. Dan teori bodohku mengatakan, mungkin itulah yang membuatnya sedikit berbeda dengan hari yang lain. Yap, hal ini bisa terjadi pada hari mana saja dimana satu hari kau anggap berbeda karena ada suatu momen didalamnya. Dan ya, bisa jadi, ini hanya anggapan orang-orang—bahkan aku, mungkin juga kamu—yang dengan “semena-mena” menetapkan berbagai simbol-simbol disetiap inci kehidupan. Hari ini hanya berbeda untukku saja—hmm, mungkin untuk orang-orang disekitarku yang menyadarinya.

Kemudian, sebuah perayaan—teori bodohku lagi—mungkin untuk pelengkap, peneguhan bahwa hari ini berbeda, spesial. Dan perayaan ini banyak bentuknya. Kupikir, dengan duduk melamunkan hidup yang terkadang berjalan tidak sesuai dengan harapan di sudut kamar, atau berhibernasi, atau bernostalgia dengan puluhan tahun yang telah dilalui, bisa menjadikan hari ini begitu spesial tak terkira. Tapi, menjadikannya benar-benar berbeda bukanlah suatu keharusan, I guess. Terlebih dengan peneguhan berupa perayaan—dan juga ucapan “Congratulations!”. Hanya saja, mungkin ketika mereka—teman atau keluarga—melakukannya untukmu, tak ada salahnya untuk menghargai. Aku akan menganggapnya sebagai sebuah sanjungan, satu hari ini... saja.

Namun, yang kembali mengusik pikiranku adalah aku tidak ingin berharap apapun. Jelas, hari ini. Karena harapan itu sesungguhnya kosong, nol, nihil, zero. Karena harapan bisa membuatku menunggu dan terlena begitu saja. Dan ternyata tak ada apa-apa. Tak ada siapa-siapa. Dan inilah permintaanku yang keempat. Kalaupun memang ada yang berbeda atau spesial atau apapun namanya... pada hari ini... aku hanya ingin melaluinya tanpa beban, tanpa harapan... biarkan aku menikmati dan membuat hari ini begitu berbeda dengan caraku sendiri...

Satu kali lagi... saja.

Permintaanku yang kelima: just fast-forward today!

Hari Ini

Aku coba lalui hari ini meski gusar menyesakkan dada. Hati ini telah penuh dengan kegusaran yang semena-mena merajalela, memenuhi ruang otakku. Rasanya, lumpuh sudah sendi-sendi kaki dan tanganku karena gusar, gundah yang memuakkan ini. Sungguh tak kusangka, begini rupanya jika kegusaran merajai setiap hari yang kulewati. Ingin rasanya kukatakan pada dirimu, namun lidahku kelu, aku ingin menangis saja, sehingga aku tak perlu bersusah payah bicara, menyusun kata, membuat segalanya menjadi masuk akal bagimu. Dengarkan saja raung tangisku, itu sudah cukup. Karena memang, tak mudah berkata-kata, walau hanya sendiri, pada diriku sendiri saja. Setelah sekian lama, aku baru menyadari bahwa aku telah kehilangan kemampuan untuk hibernasi. Tak ada lagi beruang yang tidur di musim dingin, tak ada lagi aku dengan sepetak kecil ruang kamar. Hanya saja jangan biarkan aku sendiri. Karena hari yang kulalui hari ini sungguh menyesakkan dada.

Aku jadi ingin berlari, sekencang-kencangnya, sampai peluh membasahi seluruh tubuhku, sampai aku tak sanggup lagi berlari, dan sampai lumpuh benar semua sendi-sendi kakiku. Biar aku penat, hingga tak perlu khawatir jika hari ini bukanlah hariku. Biar aku capai, hingga nanti, seusai berlari, aku akan tidur lelap. Mengarungi dunia mimpi, barangkali saja kita akan bertemu di sana. Dan aku bisa puas bercakap-cakap denganmu tanpa jeda, dan saat itu pula aku berharap jangan potong kata-kataku, biarkan semuanya mengalir… walaupun mungkin, kau tak bisa untuk itu. Kalau tidak, biarkan saja aku dalam kesendirian, aku tak akan takut meski malam ini aku bisa mimpi buruk seperti kemarin. Atau.., biarkan aku berlari, hingga aku letih dan haus, kemudian aku akan minum berliter-liter air, sampai aku teler karena mabuk air. Dan biarkan saja aku mati karena berlari, biarkan aku terseok-seok dalam keringnya nafasku, dan biarkan.., biarkan.., aku buang semua gelisah dan gundah ini dengan caraku sendiri…

Kau tak usah ikut-ikut berlari menyusulku, biarkan saja aku sendiri, dalam kesendirian, seperti hibernasiku. Aku tak perlu menarik dirimu ke dalam duniaku yang penuh dengan gelisah, gundah, gusar, sesak…,

Mungkin aku memang tak berpendirian. Aku tak mau sendiri, aku ingin kau temani, aku ingin ada dirimu, tapi malah aku mengusirmu dengan kejam, tak berperasaan. Jangankan kau, akupun gamang. Aku bisa bayangkan, tak perlu atraksi seorang badut untuk membuatku tertawa, tak perlu sekotak permen untuk membuat hari ini terasa manis. Duduklah hari ini disampingku teman, itu saja.