My rating: 5 of 5 stars
Saya tidak tahu harus memberikan berapa bintang untuk karya Dee yang satu ini. Kalau bicara ingin, dari awal saya tahu akan beri bintang lima. Tapi kalau bicara harus...., sepertinya akan berbeda.
Saya meragu. Saya jadi segalau ini. Disatu sisi, saya sudah langsung jatuh cinta ketika membaca Rectoverso—karya Dee yang pertama saya baca. Yang artinya, saya percaya karya Dee sempurna. Membuat saya tidak hanya penasaran dengan ceritanya, tapi juga masuk ke dalamnya dan merasakan. Tapi di sisi lain, Perahu Kertas ini bukanlah sesuatu yang sebagaimana saya harapkan. Bukan berarti saya kecewa. Tidak begitu. Karena saya suka tokohnya. Karakter mereka begitu kuat. Saya suka konfliknya. Emosi mereka yang bermain dalam novel ini naik turun, sesekali emosi saya juga. Entah karena turut merasakan emosi mereka juga atau malah karena saya merasa tak menemukan apa yang saya cari, apa yang saya mau dalam karya Dee ini. Saya suka bahasanya. Ringan namun berisi. Dengan komposisi manis yang pas dan menarik hati untuk membacanya.
Hmmm, kalau ceritanya.... Mungkin sebagian besar orang bisa bilang banyak terjadi kebetulan dalam alur ceritanya. Tapi saya percaya itu bukan kebetulan. Karena meski dalam cerita, dunia khayal—fiksi sekalipun, tidak ada yang namanya kebetulan. Saya lebih setuju jika itu semua adalah takdir. Bagaimanapun, dari kacamata saya, penulis adalah Tuhan bagi skenario ceritanya. Ia berhak untuk menentukan bagaimana alur cerita itu akan bergulir. Siapa akan bertemu siapa, dan bagaimana itu terjadi, dan seterusnya. Bahkan di dunia ini, sehelai daun yang jatuh pun ada sebab. Maka saya tidak percaya pada kebetulan. Meski itu hanya dalam sebuah cerita. Saya percaya itu takdir.
Perlu saya akui, saya tidak begitu suka dengan ceritanya. Sempat membuat saya agak bosan dipertengahan cerita. Bukan karena alurnya yang sepertinya sudah dapat ditebak, hanya saja entah kenapa saya tidak benar-benar bisa menikmatinya, tidak sungguh bisa ikut merasakannya. Tidak secara total. Di beberapa bagian, ya. Tapi tidak seluruhnya. Padahal, saya tahu saya memang terpikat dengan bahasa dan gaya ceritanya. Saya tidak pernah sangsi dengan bahasanya yang begitu memikat hati.
Terlepas dari itu semua, walaupun saya tidak secara total jatuh cinta pada Perahu Kertas ini tapi saya tetap cinta dengan segala spirit dan jiwa yang terdapat pada keseluruhan novel ini. Dan pada akhirnya saya tahu bahwa kecintaan saya ini mengalahkan faktor-faktor kecil dari ketidaksukaan saya sehingga saya tahu saya akan berikan lima bintang untuk novel ini. Namanya saja sudah cinta, kalaupun ada yang kurang sedikit itu bukanlah masalah. Karena perkara mencintai bukanlah terletak pada kesempurnaan, justru bagaimana mencintai ketidaksempurnaan itu. Seperti itu pula kiranya perasaan cinta saya pada novel ini.
Dan saya ingin melepaskan perkara “harus” atau “ingin” itu. Karena namanya saja sudah cinta. Cinta itu menerima meski tak sempurna.
Cheers. :D
View all my reviews
No comments:
Post a Comment